Sejarah MONAS JAKARTA

Monas atau Monumen Nasional merupakan icon kota Jakarta. Terletak di pusat kota Jakarta, menjadi tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Monas didirikan pada tahun 1959 dan diresmikan dua tahun kemudian pada tahun 1961.

Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975.

Sedangkan wilayah taman hutan kota di sekitar Monas dahulu dikenal dengan nama Lapangan Gambir. Kemudian sempat berubah nama beberapa kali menjadi Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas dan kemudian menjadi Taman Monas.

1. Ukuran dan Isi Monas
Monas dibangun setinggi 132 meter dan berbentuk lingga yoni. Seluruh bangunan ini dilapisi oleh marmer.

2. Lidah Api
Di bagian puncak terdapat cawan yang di atasnya terdapat lidah api dari perunggu yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter dengan berat 14,5 ton. Lidah api ini dilapisi emas seberat 45 kg. Lidah api Monas terdiri atas 77 bagian yang disatukan.

3. Pelataran Puncak
Pelataran puncak luasnya 11×11 m. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung bisa menggunakan lift dengan lama perjalanan sekitar 3 menit. Di sekeliling lift terdapat tangga darurat. Dari pelataran puncak Monas, pengunjung bisa melihat gedung-gedung pencakar langit di kota Jakarta. Bahkan jika udara cerah, pengunjung dapat melihat Gunung Salak di Jawa Barat maupun Laut Jawa dengan Kepulauan Seribu.

4. Pelataran Bawah
Pelataran bawah luasnya 45×45 m. Tinggi dari dasar Monas ke pelataran bawah yaitu 17 meter. Di bagian ini pengunjung dapat melihat Taman Monas yang merupakan hutan kota yang indah.

5. Museum Sejarah Perjuangan Nasional
Di bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu Museum Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80×80 m. Pada keempat sisi museum terdapat 12 diorama (jendela peragaan) yang menampilkan sejarah Indonesia dari jaman kerajaan-kerajaan nenek moyang Bangsa Indonesia hingga G30S.

Sejarah Taman Safari, Cisarua

Taman SafariSejarah Taman Safari Cisarua. Tempat wisata keluarga yang satu ini pasti udah familiar di ingatan warga Indonesia lantaran wisata yang bernuansa lingkungan dan berorientasi habitat satwa pada alam bebas yang teletak di Bogor ini bisa digunakan untuk melegakan pernafasan dan menghilangkan stress yang tertimbun selama bekerja.

Taman Safari Indonesia I dibangun tahun 1980 di perkebunan teh yang sudah tidak produktif. Lokasi ini lantas menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang terletak pada ketinggian 900-1800m diatas permukaan laut. Dengan suhu yang sejuk, rata-rata 16-24 derajat celsius.

Taman itu lantas ditetapkan sebagai obyek wisata nasional oleh Soesilo Soedarman, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi pada saat itu. Belakangan, taman itu kembali diresmikan sebagai Pusat Penangkaran Satwa Langka di Indonesia oleh Hasyrul Harahap, Menteri Kehutanan pada tanggal 16 Maret 199

Taman Safari memiliki banyak koleksi satwa dari hampir seluruh penjuru dunia, dan juga atraksi satwa lokal seperti Komodo, Bison, Beruang Hitam Madu, Harimau Putih, Gajah, Anoa dan lain sebagainya.

Sejrah Taman Impian Jaya AncoL

Sebagai kawasan wisata, Taman Impian Jaya Ancol ternyata sudah berdiri sejak abad ke-17. Waktu itu, Gubernur jendral hindia belanda Adriaan Valckenier, memiliki rumah peristirahatan sangat indah di tepi pantai. Seiring perjalanan waktu, kawasan itu kemudian berkembang menjadi tempat wisata.

Sayangnya, ketika Perang Dunia II meletus disusul perang kemerdekaan, Ancol terlupakan. Sungai Ciliwung secara leluasa menumpahkan air dan lumpurnya ke sana sehingga mengubah kawasan tersebut menjadi kotor, kumuh, dan berlumpur. Kawasan yang semula cantik, berubah menjadi menyeramkan bagaikan ‘tempat jin buang anak’.

Lalu, muncul usulan agar kawasan itu difungsikan menjadi daerah industri. Namun, usul itu ditolak mentah-mentah oleh Presiden Soekarno. Malah, Bung Karno ingin membangun kawasan itu sebagai daerah wisata. Lewat Keputusan Presiden pada akhir Desember 1965, Bung Karno memerintahkan kepada Gubernur DKI Jaya waktu itu, dr. Soemarno, sebagai pelaksana pembangunan proyek Taman Impian Jaya Ancol. Proyek pembangunan ini baru terlaksana di bawah pimpinan Ali Sadikin yang ketika itu menjadi Gubernur Jakarta. Pembangunan Ancol dilaksanakan oleh PD Pembangunan Jaya di bawah pimpinan Ir. Ciputra.

Sebagai salah satu lokasi tujuan wisata, nama Ancol bukan merupakan nama yang asing bagi warga kota Jakarta. Kawasan wisata pantai yang memiliki beragam fasilitas hiburan ini  juga telah dikenal sejak lama bahkan mungkin sebelum masa penjajahan Belanda. Namun dengan berbagai keterbatasan informasi yang ada, sejarah kawasan ini baru diketahui sejalan dengan terbentuknya kota Batavia abad ke-17.

Secara umum posisi Ancol tidak menguntungkan karena merupakan dataran rendah yang dipenuhi rawa. Meski demikian areal pantainya masih dianggap layak untuk dijadikan tempat tinggal karena letaknya yang landai dan dilindungi oleh gugusan kepulauan seribu, sehingga tidak memungkinkan dilanda amukan ombak laut Jawa.

Di lokasi pantai ini atau tepatnya diujung muara Ancol Vaart (sekarang kali Ancol), pemerintah kolonial Belanda pernah membangun sebuah benteng guna melindungi Batavia dari serangan musuh yang berasal dari laut (tidak ditemukan informasi mengenai tahun serta apakah lokasi benteng yang dimaksud sama dengan sisa benteng tua yang sekarang berada dalam kawasan wisata Taman Impian Jaya Ancol/Ancol Bay).

Selain sisa-sisa benteng, pantai Ancol juga memiliki sebuah bangunan tua bersejarah lain bernama klenteng An Xu Do Bo Gong Mio  (sekarang Kelenteng Toapekong Ancol/Vihara Ancol. Letaknya didalam kawasan Taman Impian Jaya Ancol). Klenteng ini diperkirakan dibangun tahun 1650 oleh para pengikut Armada Cheng Ho saat berlabuh di kawasan Jakarta.

Pesatnya perkembangan kota Batavia di abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-18 membuat nama Ancol sebagai sebuah pantai yang terletak tidak jauh dari kota Batavia ikut terangkat. Keindahan pantai Ancol yang terkenal sering dimanfaatkan sebagai lokasi peristirahatan oleh penduduk.

Seperti yang pernah diabadikanJohhanes Ranch dalam karya-karya lukisannya tentang Ancol, pada masa itu dengan mudah ditemukan banyak vila-vila peristirahatan berdiri di sekitar pantai ini, bahkan Gubernur Jendral Hindia Belanda Andriaan Valckneir disebut-sebut pernah memiliki tempat peristirahatan di lokasi ini.

Salah satu lukisan abad ke-17 tentang Ancol

Sayang, seiring hancurnya iklim kota lama Batavia di akhir abad-18 akibat polusi dan berjangkitnya wabah penyakit, serta adanya eksodus warga Batavia ke wilayah kota baru weltevreden membuat Ancol mulai ditinggalkan. Kawasan berawa ini dikatakan sebagai salah satu daerah sumber penyebaran penyakit malaria yang terkenal dan memakan banyak korban jiwa saat itu.

Pada masa kekuasaan imperialisme Jepang dikisahkan, rawa-rawa sekitar Ancol sering dimanfaatkan sebagai ladang eksekusi dan tempat pemakaman warga eropa khususnya Belanda yang berani melawan Jepang (beberapa sumber menuliskan setelah kekalahan Jepang oleh sekutu di perang dunia ke-II, makam-makam tersebut dibongkar dan dipindahkan ke lokasi pemakaman baru. Pemakaman ini sekarang dikenal dengan nama Everald Ancol atau Kuburan Belanda, terletak dalam kompleks Taman Impian Jaya Ancol).

Setelah peristiwa kemerdekaan negara Indonesia tepatnya tahun 1965, presiden pertama Indonesia Soekarno mencetuskan ide untuk mengangkat kembali pamor Ancol dengan menjadikannya sebagai sebuah sarana rekreasi bagi warga Jakarta. Ide ini sempat tertunda pelaksanaannya dan baru dapat diwujudkan saat pemerintahan Jakarta dijabat oleh Ali Sadikin, tahun 1966. Diawali dengan hadirnya kawasan pantai Bina Ria Ancol yang terkenal dengan teater mobilnya di era 1970-an, kawasan  Ancol terus menerus dibenahi.

Tahun 1984, sebuah arena permainan berteknologi tinggi bernama Dunia Fantasi mulai diperkenalkan guna melengkapi fasilitas-fasilitas yang telah ada lebih dulu.

Kini kawasan pantai Ancol tidak lagi dikenal sebagai kawasan terbelakang. Namanya sudah berubah menjadi salah satu kawasan wisata dan hiburan terbaik yang ada di Jakarta.

Sejarah Kebun Binatang

Kebun Binatang Ragunan adalah sebuah kebun binatang  yang terletak di daerah ragunan, pasar minggu. Kebun binatang seluas 140 hektar  ini didirikan pada tahun 1864. Di dalamnya, terdapat berbagai koleksi yang terdiri dari 295 spesies dan 4040 spesimen.

Ragunan sempat ditutup selama sekitar tiga minggu sejak  19 september 2005karena hewan-hewan di dalamnya ada yang terinfeksi flu burung , namun dibuka kembali pada11 oktober.

Sejarah

Kebun Binatang Ragunan adalah kebun binatang pertama di Indonesia. Kebun binatang ini didirikan pada tahun 1864 dengan nama Planten En Dierentuin yang berarti “Tanaman dan Kebun Binatang.” Terletak pada tanah seluas 10 hektar di kawasan cikini jakarta pusat  yang merupakan pemberian seorang pelukis ternama Indonesia, Raden saleh . Saat itu, Planten En Dierentuin dikelola oleh Perhimpunan Penyayang Flora dan Fauna Batavia yang tergabung dalam Culturule Vereniging Planten en Dierentuin at Batavia.

Tahun 2949, nama Planten En Dierentuin diubah menjadi Kebun Binatang Cikini dan pada tahun1969 dipindahkan ke kawasan Ragunan pasar minggu   pada tahun 1964 . Pemerintah DKI jakarta menghibahkan lahan seluas 30 hektar yang menjadi rumah bagi kebun binatang ini. Gubernur  DKI Jakarta Ali Sadikin  meresmikan Taman Margasatwa Ragunan pada 22 juni 1966 .

Sejarah Terbuatnya TMII

Sejarah Terbuatnya TMII(Taman Mini Indonesia Indah)

Siti Hartinah Soeharto—yang akrab dipanggil Ibu Tien Soeharto—mempunyai gagasan membangun kawasan wisata Taman Mini “Indonesia Indah”. Prakarsa itu diilhami oleh pidato Presiden Soeharto tentang keseimbangan pembangunan antara bidang fisik-ekonomi dan bidang mental-spiritual.

Selaku ketua Yayasan Harapan Kita (YHK), yang berdiri pada tanggal 28 Agustus 1968, Ibu Tien Soeharto menyampaikan gagasan pembangunan Miniatur Indonesia pada rapat pengurus YHK tanggal 13 Maret 1970 di Jl. Cendana No. 8, Jakarta. Bentuk dan sifat isian proyek berupa bangunan utama bercorak rumah-rumah adat daerah yang dilengkapi dengan pergelaran kesenian, kekayaan flora-fauna, dan unsur budaya lain dari masing-masing daerah yang ada di Indonesia. Gagasan itu dilandasi, antara lain, semangat untuk membangkitkan kebanggaan dan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa serta untuk memperkenalkan Indonesia kepada bangsa-bangsa lain di dunia.

Tanggal 30 Januari 1971, pada penutupan Rapat Kerja Gubernur, Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia di Istana Negara yang juga dihadiri oleh Presiden, Ibu Tien Soeharto dengan didampingi Menteri Dalam Negeri Amir Mahmud untuk pertama kalinya memaparkan maksud dan tujuan pembangunan Miniatur Indonesia “Indonesia Indah” di depan umum. Berbagai saran, tanggapan, dan pemikiran dari berbagai kelompok masyarakat pun muncul, yang sebagian besar mendukung pembangunan proyek tersebut.  Pada tanggal 11 Agustus 1971, dengan surat YHK, Ibu Tien Soeharto menugaskan Nusa Consultans untuk membuat rencana induk dan studi kelayakan. Tugas itu selesai dalam waktu 3,5 bulan.

Lokasi pembangunan proyek awalnya berada di daerah Cempaka Putih, di atas tanah seluas + 14 hektar. Namun Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin menyarankan lokasi di daerah sekitar Pondok Gede, Kecamatan Pasar Rebo, dengan luas tanah ± 100 hektar. Selain lebih luas, lokasi itu juga mengikuti perkembangan kota Jakarta di kemudian hari. Ibu Tien Soeharto menerima saran tersebut, karena dengan lahan yang lebih luas memungkinkan proyek miniatur Indonesia menampilkan rumah-rumah adat daerah dan bangunan-bangunan lain dalam ukuran yang sebenarnya.

Pada tanggal 30 Juni 1972 pembangunan dimulai tahap demi tahap secara bersinambung. Rancangan bangunan utama berupa peta relief Miniatur Indonesia berikut penyediaan airnya, Tugu Api Pancasila, bangunan Joglo, dan Gedung Pengelolaan disiapkan oleh Nusa Consultants berikut pembuatan jalan dan penyediaan kaveling tiap-tiap bangunan. Rancangan bangunan lain, seperti bangunan khas tiap daerah, dikerjakan oleh berbagai biro arsitek, sedang Nusa Consultants hanya membantu menjaga keserasian secara keseluruhan.

Arti Taman Mini “Indonesia Indah” adalah satu proyek untuk mencitrakan Indonesia yang lengkap dengan segala isinya dalam bentuk mini, berupa sebuah taman di atas sebidang tanah yang menggambarkan Indonesia yang besar ke dalam penampilan yang kecil

Bangunan pokok berupa danau buatan dengan pulau-pulau yang menggambarkan wilayah Indonesia. Kepulauan buatan tersebut merupakan bagian terpenting dari proyek ini dan disebut Miniatur Arsipel Indonesia. Pulau-pulau dibangun secara geografis di atas laut buatan sesuai dengan skala asli, dalam arti tinggi rendah daratan, hutan, keadaan gunung-gunung, dan tumbuh-tumbuhannya terlihat seperti perwujudan sesungguhnya. Danau kepulauan ini, berikut bangunan-bangunan khas daerah di sekitarnya, secara keseluruhan dinamakan Taman Mini “Indonesia Indah”.

Berkat kegotong-royongan semua potensi nasional: masyarakat di sekitar lokasi, pemerintah pusat dan daerah, swasta, dan berbagai unsur masyarakat lainnya, dalam kurun waktu tiga tahun pembangunan TMII tahap pertama dinyatakan selesai. Pada tanggal 20 April 1975 Taman Mini “Indonesia Indah” diresmikan pembukaannya oleh Presiden Soeharto.